Benarkah Doa Orang yang Hidup
Tidak Sampai Pada Mayit
Sebagian diantara ummat Islam yang mengklaim dirinya paling Islam
menyatakan bahwa mengirim pahala atau doa kepada orang yang telah
meninggal tidak akan pernah bisa sampai. Ketika ditanya tentang dasar
yang mereka pakai sebagai landasan pernyataan mereka, maka mereka akan
menjawab bahwa pernyataan mereka itu berdasarakan Firman Allah:
“(Yaitu) bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa
orang lain. Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa
yang telah diusahakannya”. (QS. An-Najm; 38-39)
Ayat yang senada juga terdapat pada surat Al-An’am;164, Al-Isro’;15,
Fathir;18, dan Az-Zumar; 7. Serta berdasarkan sabda Rasulullah ﷺ yang
diriwayatkan oleh Imam Muslim yang berasal dari sahabat Abu Hurairah:
إذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ
إلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ: صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ،
أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“Apabila seorang manusia meninggal maka terputus amalnya kecuali
yang tiga hal, sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak shaleh
yang mendoakannya.”Benarkah ayat dan hadits di atas bermakna
sempit seperti yang diyakini oleh mereka yang menyatakan bahwa kiriman
pahala atau doa dari orang lain tidak akan pernah sampai kepada orang
yang telah meninggal?Jika ayat tersebut dipahami sesempit itu maka
bagaimana dengan sabda Nabi Muhammad yang berbunyi:
يَجِيءُ الرَّجُلُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنَ
الْحَسَنَاتِ بِمَا يَظُنُّ أَنَّهُ يَنْجُو بِهَا، فَلا يَزَالُ رَجُلٌ
يَجِيءُ قَدْ ظَلَمَهُ بِمَظْلَمَةٍ، فَيُؤْخَذُ مِنْ حَسَنَاتِهِ
فَيُعْطَى الْمَظْلُومُ حَتَّى لا يَبْقَى لَهُ حَسَنَةٌ، ثُمَّ يَجِيءُ
مَنْ يَطْلُبُهُ، وَلَمْ يَبْقَ مِنْ حَسَنَاتِهِ شَيْءٌ، فَيُؤْخَذُ مِنْ
سَيِّئَاتِ الْمَظْلُومِ، فَيُوضَعُ عَلَى سَيِّئَاتِهِ (رواه الحاكم
والطبراني)
“Pada hari kiamat datang seorang lelaki dengan
kebaikan-kebaikannya yang dikira akan mampu menyelamatkannya. Namun
ternyata lelaki itu adalah orang yang suka berbuat dhalim.
Kebaikan-kebaikan itu diambil dan diberikan kepada orang yang didhalimi
sampai dia tidak memiliki kabaikan sedikitpun. Kemudian datang orang
lain yang didhalimi lagi tetapi dia sudah tidak memiliki kebaikan maka
diambilllah kejelakan orang yang didhalimi yang lalu diberikan
kepadanya”. (HR. Hakim dan Thabrani)
Dan masih banyak hadits lain yang menerangkan pemindahan kebaikan
dan kejelekan kepada orang lain, seperti orang yang menfitnah,
menggunjing dan lain sebagainya.
Sedangkan yang berkaitan dengan hadits Muslim di atas, Imam Nawawi
dalam “Syarh”nya menyebutkan bahwa para ulama mengatakan: ”Makna hadits
itu adalah amal orang yang meninggal terputus dengan kematiannya dan
terputuslah jawaban baginya kecuali tiga hal karena dirinya yang menjadi
sebab itu semua.
Sesungguhnya anak merupakan hasil dari usahanya demikian pula ilmu
yang ditinggalkannya dari pengajaran atau karya-karyanya serta sedekah
jariyah adalah wakaf.”
Imam Nawawi juga menyebutkan bahwa hadits itu menjelaskan bahwa doa
pahalanya akan sampai kepada si mayit, demikian pula sedekah, keduanya
adalah perkara yang telah disepakati oleh para ulama. (Shahih Muslim bi
Syarhin Nawawi juz XI juz 122 – 123)
Jadi ternyata ayat tersebut menceritakan tentang orang yang tidak
pernah melakukan apa-apa lantas ada kesalahan pemberian pahala dan
pelimpahan dosa orang lain. Karena hal itu tidak akan mungkin terjadi.
Atau kalau ingin lebih fair lagi, justru hadits Muslim tersebut
menerangkan sampainya kiriman pahala orang lain kepada orang yang telah
meninggal, karena di dalamnya terdapat amal jariyah dan ilmu yang
bermanfaat. Adakah amal jariyah yang tidak dikirimkan oleh orang lain?
Apakah orang yang telah meninggal dapat mengamalkan ilmunya? Jawabannya
adalah amal jariyah dan ilmu manfaat yang dimaksud adalah yang
dilakukan oleh orang lain setelah dia (orang yang beramal dan
mengajarkan ilmu) telah meninggal dunia.
Ulama terkemuka kalangan anti tahlil, yakni Ibnu Taimiyah, justru
memberi bantahan yang keras kepada para pengikutnya sendiri atas
penggunaan dalil ayat ini:
وَمَنِ احْتَجَّ عَلَى ذَلِكَ بِقَوْلِهِ
تَعَالَى وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلاَّ مَا سَعَى فَحُجَّتُهُ
دَاحِضَةٌ (اَيْ بَاطِلَةٌ) فَإِنَّهُ قَدْ ثَبَتَ بِالنَّصِّ
وَاْلإِجْمَاعِ أَنَّهُ يَنْتَفِعُ بِالدُّعَاءِ لَهُ وَاْلاِسْتِغْفَارِ
وَالصَّدَقَةِ وَالْعِتْقِ وَغَيْرِ ذَلِكَ (المسائل والأجوبة لابن تيمية
1\132)
“Orang yang berhujjah tidak sampainya pahala dengan firman
Allah: “Dan bahwasannya seorang manusia tiada memperoleh selain apa
yang telah diusahakannya” (An-Najm;39), maka hujjahnya salah fatal.
Sebab telah dijelaskan dalam nash dan Ijma Ulama bahwa mayit menerima
manfaat dengan doa kepadanya, memintakan ampunan, sedekah, memerdekakan
budak dan sebagainya”. (al-Masail wa al-Ajwibah, Ibnu Taymiyyah, I/132)
Atau bagaimanakah cara mereka memahami hadits:
مَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً
حَسَنَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ مَنْ عَمِلَ
بِهَا وَلَا يَنْقُصُ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْءٌ وَمَنْ سَنَّ فِي
الْإِسْلَامِ سُنَّةً سَيِّئَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ عَلَيْهِ
مِثْلُ وِزْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا وَلَا يَنْقُصُ مِنْ أَوْزَارِهِمْ
شَيْءٌ (رواه المسلم وأحمد والطبراني والبيهقي وابن ماجة وابن حبان)
“Barangsiapa mengajarkan kebaikan dalam
Islam lalu orang yang diajari melakukannya maka dia mendapatkan pahala
seperti pahala orang yang melaksanakan dengan tanpa berkurang
sedikitpun. Dan barangsiapa mengajarkan kejelekan dalam Islam lalu
orang yang diajari melakukannya maka dia mendapatkan dosa seperti dosa
orang yang melaksanakan dengan tanpa berkurang sedikitpun.” (HR. Muslim, Ahmad, Thabrani, Baihaqi, Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban)
Untuk lebih jelasnya bahwa kiriman pahala
atau doa kepada orang yang telah meninggal bisa sampai, banyak sekali
landasan yang ada, baik dari Al Quran maupun Hadits. Diantaranya
adalah:
Firman Allah I:
وَالَّذِينَ جَاؤُوا مِن بَعْدِهِمْ
يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا
بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِّلَّذِينَ آمَنُوا
رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ
“Dan orang-orang yang datang sesudah
mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: “Ya Rabb kami, beri
ampunlah kami dan Saudara-saudara kami yang Telah beriman lebih dulu
dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami
terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau
Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Hasyr : 10)
Di dalam doa tasyahud juga disebutkan:
السَّلَامُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ
وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ السَّلَامُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ
اللهِ الصَّالِحِينَ (متفق عليه)
“Semoga kesejahteraan bagimu wahai Nabi
juga rahmat dan berkah Allah. Semoga kesejahteraan juga kepada kami
dan hamba-hamba Allah yang shaleh” Sesungguhnya apabila dia mengatakan
hal itu maka akan mengenai setiap hamba yang shaleh di langit dan
bumi.” (HR. Bukhari Muslim)
Juga disyariatkannya doa seorang muslim
untuk kaum muslimin yang telah meninggal apabila dia melintasi
pemakaman, sebagaimana didalam hadits Buraidah berkata, ”Rasulullah ﷺ
mengajari mereka apabila keluar menuju pemakaman hendaklah mengatakan:
السَّلَامُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الدِّيَارِ
مِنْ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللهُ
لَاحِقُونَ أَسْأَلُ اللهَ لَنَا وَلَكُمْ الْعَافِيَةَ
“Semoga kesejahteraan bagi kalian wahai
para penghuni kubur dari kalangan mukminin dan muslimin. Dan
sesungguhnya kami insya Allah akan menyusul. Aku meminta kepada Allah
keselamatan buat kami dan kalian.” (HR. Muslim)
Hadits senada dengan redaksi yang berbeda
juga banyak dijumpai pada kitab hadits yang lain.Demikian pula doa untuk
mayit ketika menshalatinya, didalam hadits Abu Hurairoh berkata,”Aku
mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: “Apabila kalian menshalati seorang mayit maka ikhlaskanlah doamu untuknya.” (HR. Abu Dawud)